Aku adalah puing
sisa peradaban yang menang kemarin,
Dan kini tinggal
sebuah keharusan yang dipermainkan oleh takdir sendirian,
Sementara
kelatahan jadi keangkaramurkaan yang dibanting jauh keluar kehidupan,
Dan kembali
mencakup semua bibir-bibir radangan…
Aku tak bisa
keluar atau lari meninggalkan semuanya,
Tuhan sudah
begitu gila memenjarai kebebasanku,
Kedewasaan yang
sudah kurencanakan sedari dalam kelemahan,
Kini menantangku
dengan bangkai-bangkai kealfaan,
Sungguh tak bisa
ditafsirkan oleh tangan memegang dendam,
Panasnya masih
terbayang untuk melemparkan sebuah radangan yang terus berisik dikerongkongan
Aku sudah gila…
TUHAN pun demikian…
Membombardir
segala raihan diatas ketakutanku sendirian…
Aku sudah gila…
TUHAN asik bercanda…
Dan bernada “ini
cobaanku, nak..”
Akh, aku masih
meradang kelatahanku sendirian…
Sementara senja
makin mendekati urat syaraf
Mega makin
condong menggarisi kulit kening yang garing
Dan TUHAN masih
saja bercanda sendirian…
__Hidup kadang tak
mengartikan apa-apa, hanya sebuah perjalanan dalam peraihan yang dinantikan
dimasa yang akan datang. Sebuah kehidupan akan terasa lebih bermakna ketika
kita mampu mengetahui setiap langkah yang dijajaki menyimpan pesan sebagai
perencanan, pertimbangan, peraturan, dan lainnya. Semuanya menentukan kita di
kehidupan yang akan datang.
Tidak pernah
dibayangkan sebelumnya, usia menggerogoti sebagian keringat muda yang menyimpan
semangat besar. Berapi-api untuk sebuah raihan yang didambakan. Untuk sebuah
kehidupan yang diinginkan tentunya. Namun semuanya mengelupas seiring
kulit-kulit ari yang kepanasan. Menua, dan hanya menunggu jalan penakdiran
TUHAN saja kemudian.
Seiring penjajakan pada
larik-larik yang terlintas, pada kertas-kertas bekas penuh tulisan yang
teringkas, ada nada harapan yang selalu dipanjatkan setiap doa mengepul dari
tempat pemujaan. Tempat semua orang berlemah-lemah pada kejayaan TUHAN. Dan
disini kehidupan ditentukan oleh sebuah kepercayaan. Kepercayaan pada
penakdiran TUHAN.
Pernah ku tanyakan pada
hati yang dibuatkan Dia untuk dapat merasakan, mengapa penakdiranku selalu saja
bukan yang kuinginkan??? Selintas aku gila menanyakan pertanyaan itu padanya,
tapi itu pengaduan yang selalu terpanjatkan dalam altar pemujaan.
Bukan ku berontak pada
setiap alur yang telah ia tentukan untukku, hanya saja keinginanku merasakan
apa yang dibutuhkan dalam kehidupan. Tentang kenyamanan sumber kebahagiaan. Belum
aku dapatkan itu dari setiap perlintasan yang aku singgahi.
Bahkan kini aku gila
untuk mengecup kehancuran pada setiap perjalanan, menemukan bangkai-bangkai
kenangan yang kian habis menggerogotiku. Tak ada kesan yang kudapatkan, hanya
pengorbanan yang selalu dipuja-puja untuk dapat balasan. Buktinya tak aku
dapatkan….!!!
“semoga TUHAN masih
Punya peran, aku pun demikian memerani sebuah jalan cerita yang berakhir
bahagia”