Jumat, 19 April 2013

BOSAN DIKEBIRI ALIRAN

Penyakit ini kerap kali melanda sistem saraf manusia, berkonversi dari tekanan bahagia menjadi sedikit memutar-mutar kata. Berambisi mencari sesuatu yang bisa dirasa meyakinkan diri yang sulit mencerna biasa. Mencari yang diluar kata orang normal itu seperti memancing ikan piranha didasar kedalaman lautan tanpa ada cahaya. Atau sesekali mencoba sauna di padang pasir sahara.

Kita yang muda, kita yang berambisi tinggi pada semua, pada perubahan yang harus sejalan dengan keinginan tanpa pula menghiraukan kesesuaian, menjejali pemaksaan dengan sistem paling mutahir masa kini, mengadopsi sektarian dari berbagai negara dibelahan dunia, rusia, amerika, juga prancis, atau juga budaya lokal sendiri yang diperbaharui jadi sedikit inovatif.

Kita yang merasa muda, pernah juga membuat sejarah tak melupa, mecatat setiap kenyataan jadi kebenaran yang paripurna, merasuki alam maya yang menumbuhkan kaliandra disetiap lahan baru dizamannya, mengukur debit air permukaan disetiap celah kucuran keringat pemangsa... Pendobrak... Dan mengaku perubah tatanan dunia...

Mempelajari skema perang gerilya para tua yang merdeka, pengubah negara yang bangka, memupuk jiwa anarkis disetiap sudut keegoisan yang juga murka, penyakit muda penyakit gangguan saraf yang tertekan oleh usia...

Bosan, dikemudikan para mereka yang bangka, sempat membakar urat magnesium mereka yang juga mengaku pernah muda, hanya saja kita tidak sekejam zaman mereka yang dikuliti rezim yang purba.
Kapan kita mengembala yang tua? Mungkin tidak akan pernah ada hal semacam itu, karena kita tak lebihnya mengadovsi budaya binatang, yang tua yang selalu jadi terkuat dan jadi pemimpin kawanan, yang tua yang selalu mengawini para wanita perawan, yang muda hanya diam mengikuti jejak pemimpin kawanan. Namun satu hal yang kita pertahankan dari zaman keemasan para pemimpin kebanyakan, "yang tua yang banyak pengalaman" pengkebiran itu merasuki sebagian pemikiran muda, kaum intelek menjadi sangat kerdil dibuat sistem zaman penjajahan.

Feodalis ala pendudukan, dimana manusia - manusia selalu merasa terhina hilang kebebasan. Atau strata pencapaian yang harus dirangkaki oleh ratusan rodi sepanjang pembuatan jalan atau juga Serangan romusa membuat kemenangan musuhnya oleh bala tentara buatan.
Tidak akan pernah usai memperbincangkan, hanya saja kita harus mulai mengakali kebosanan para pendengar, atau malah kita sendiri yang harus segera lari dari kebosanan yang diperbanyak oleh akar-akar hitungan. Perkalian, pertambahan, sementara pengurangan hanya dibuat untuk kita mengoreksi kesalahan menghitung kelebihan.

Kamis, 18 April 2013

BUDAYA SANG MUDA

ice coffee... sembari sesekali berbual pelontos tentang petaka dinegeri ini, para bandit berkumis yang kocar-kacir kena tuduhan korupsi...
sekali tegukan manis, semeriwing rasa dingin menjalar ke otak kanan dan kiri...
bergaya para pejabat yang menikmati "coffee break" selepas rapat besar menguras keringat... meresapi udara liar yang menggigit kulit-kulit kasar para penantang perang moral...
mari uraikan satu per satu amunisi yang lantas dijadikan alat untuk menyerang, membabi buta tapi kadang punya strategi sendiri untuk menang, sekali kibarkan bendera merah maka sekali lagi kita perang bukan untuk menyerah dan pasrah...!!!

PROSA PEMBALASAN ALAM



Polusi cahaya dilangit kita berada, atau kemurkaan yang menyala mengalahkan rangkaian rasi bercahaya…
Senja tadi ditempat biasa kita menyapa matahari menyentuh lautan kita, mungkin ada hati terbakar disudut merah jingga dan membara…
Atau mata liar nan sinis berkedip semaunya menandakan isyarat rupa kecewa diantara harapan terbungkus kekalahan…
Telah kusaksikan itu berulang kali…
Meneguk arak bercampur wangi kemenyan …
Atau sesekali menghirup udara segar tapi menyakitkan, dan seketika terkapar pun racun tiba memenuhi ruangan…
Akh, itu hanya kebodohan terbalut sendu semalaman, dan kau ingin mati tersaksikan kesakitan? Beralasan tapi tak meyakinkan…
Sementra kau ciptakan berbagai polusi cahaya untuk menutupi sajian malam bercahaya…
Polusi udara bertabur racun kematian, menyesakan, mematikan segala fungsi tubuhmu sendirian…
Sampai pada air yang kau campur arak berbau kemenyan untuk melenyapakan sebagaian kehidupan yang kau angankan…
Halah, kau adalah polusi…pencemaran semua sudut kehidupanku yang telah dirangkai untuk menyajikanmu seorang pemenang sendirian…
Dan aku akan menjadi gunung api yang memuntahkan lahar sampai pada keterpurukanmu yang menjijikan…
Mencemari sungai yang kau jadikan sumber kehidupan, mematikan segala yang tumbuh dipermukaan…
Jika kau tak paham abu-abu kecil sumber kesuburan, maka aku akan leluasa meluluh-lantahkan keadaan…
Maka belajarlah waktu alam mulai menerangkan, karena aku pun punya pembalasan…
Sebagaimana jenis tanah yang kau pahami sebagai lahan, sebagaimana jenis tumbuhan yang mampu tumbuh sesuai ketinggian…
Dan mari kita mulai pahami fenomena dari sebuah ledakan gunung yang menjatuhkan banyak korban, ku tahu kau lebih paham maka hentikanlah serangan demi serangan yang mulai kau lakukan, karena aku menguasai kau juga nya…
Tapi aku bagaikan semua lempeng yang bertabrakan, yang sekaligus mematikan sistem pertahananmu dalam kehidupan …
Mematikan sebuah sistem bercocok tanam yang menghasilkan spesies baru dalam pertanian, atau banjir lahar dingin dari sebuah ledakan yang menghancurkan segala sesuatu dipermukaan… dan kau mati kelaparan…!!!

Rabu, 10 April 2013

KAGUM



Diantara daftar riwayat orang hebat, selalu ku temukan manusia pemikat hasrat…
Dimana-mana dibelahan bumi manapun, entah berapa region yang tergambarkan selalu punya tempat…
Sesekali mengingat dan sesekali berfikir tentang warisan yang tergambar dari setiap watak… dan aku hanya mencoba menghitung berapa ratus angka di meja kerjanya…
Berapa ratus wanita yang bergetar hatinya…
Atau di udara ku ciumi bau senja yang memperlihatkan wajah sengsara bangsa-bangsa seperti kita…
Berjalan layaknya penguasa Negara,
Berkemeja menentang kebiasaan gembel berkaos dekil tak berwarna,…
Aku mengagumimu bukan karena punya Negara, berlatar sebuah organisasi besar tempat para kader pemimpin bangsa…
Bagiku kau tak lebihnya lelaki biasa penggoda yang juga terlahir di Negara dunia ke tiga…
Berjiwa sedikit nasionalis dan sosialis terpaksa… kau lahir di era mahasiswa…!!!

Selasa, 09 April 2013

Perubahan apa yang kita inginkan?



Menjadi manusia pintar dengan segala kelebihan yang mempengaruhi kebijakan? Atau berupaya menjadi penggerak untuk mengubah kondisi yang semakin mengawatirkan? Ini adalah bagaimana generasi bergerak untuk perubahan bukan? Perubahan yang seperti apa yang di inginkan?. 

Apakah ini tak bisa diselesaikan sesederhana mungkin? Sesederhana pemikiran biasa pada sebuah catatan tentang keingian. Tak banyak teori yang diperdebatakan, atau banyak ucapan mengira-ngira sesuatu dengan ilmu yang terlalu berlebihan. Masalahnya bukan pada apa yang diterapakan, namun jauh dari itu, sebuah kenyataan yang diharapakan. 

Kondisi masyarakat Indonesia saat ini, adalah kajian yang perlu dibahas dalam meja pembahasan bukan perdebatan. Masalah perbatasan, masalah politik pemerintahan, masalah dan masalah… lainya yang memang berpacu pada keadaan dan kenyataannya.
Indonesia merupakan Negara dengan segala potensi yang ada, potensi sumber daya alam yang jika dibandingkan dengan Negara-negara lain jauh lebih besar.  Namun kenyataannya itu semua tak bisa menjadi sumber kesejahteraan.

Senin, 08 April 2013

POJOKAN CIANJUR SELATAN



Kaum-kaum marjinal sebuah Negara yang memiliki banyak kekayaan. Ini merupakan cerminan bagaimana kepuasan tidak pernah ada atau pun dirasakan oleh masyarakat yang berada pada sebuah Negara bernama indonesia. Bagaimana tidak, setelah 67 merdeka, arti penting kemerdekaan hanya sebuah predikat untuk Negara bersimbol burung garuda itu. Kebebasan segala asfek penunjang kesejateraan terlihat tak sepenuhnya dirasakan warganya. Sungguh sangat ironi, Negara yang memiliki serba banyak sumber daya alam ini masih saja miskin. Hal itu terlihat dari banyaknya masyarakat yang masih hidup dalam garis kemiskinan. Dan terlihat belum ada upaya untuk memperhatikannya. 
 
Sebuah daerah dimana hanya ada beberapa rumah yang memanjang mengikuti pola pada sebuah jalan. Dibatasi sebuah sungai kecil dengan keadaan air lumayan bersih memisahkan kampung satu dengan yang lainnya. Terlihat belum ada aliran listrik dan hanya bilik-bilik rumah yang menembus cahaya  diluar ruangan. Tidak ada satupun rumah permanen, dengan pembuangan dan salinitas  yang berada bersih di dalamnya. Hal itu jelas di pertontonkan sebuah daerah di pojokan selatan cianjur.

Kampung Taibesi yang terlihat sepi dan hanya ada beberapa rumah 

Siang itu, suara berisik sungai kecil terdengar cukup jelas dalam kesunyian sebuah kampung bernama Taibesi kecamatan Sindangbarang. Tampak tak ada aktifitas warga yang berada di halaman rumah ataupun sekitar perkampungan. Hanya saja ada seorang laki-laki yang tampak dari persawahan tidak jauh dari tempat tersebut. terlihat sangat sepi seolah bagaikan kampung yang tak berpenguni. Hemm… tak ingin penasaran kami pun mulai mencoba mendekati sebuah saung kecil di tengah persawahan yang tak jauh dari tempat tersebut, terlihat ada beberapa orang disana, dan akhirnya sosok 3 orang anak usia sekolahan terlihat asik mengutak-atik memaikkan handphone. Sempat kami mengobrol sebentar, hanya menanyakan bagaimana aliran llistrik dan fasilitas yang lainnya dengan tak sejelas keinginan kami mewawancarai orang tuanya. Karena niatnya semula kami ingin mencoba mengobrol cukup panjang dengan orang orang tua yang berada jauh di tengah sawah saat itu. 

Rumah di kampung Taibesi tampak belakang
Tempat MCK warga kampung Taibesi
Setelah kami tanyakan nama daerah tersebut, kami baru sadar bahwa kami telah berada cukup jauh dari plot semula yang telah kami tentukan. Terpaksa kami kembali ke tempat semula. Dengan rasa pensaran saya terhadap satu daerah yang bisa di bilang marjinal.

Keadaan yang memang tidak hanya satu di Indonesia, petani indentik dengan kemisikinan. Sampai saat ini belum ada upaya untuk mensejatherakan kaum mulia penghasil barang kebutuhan pokok tersebut. dengan kondisi yang tidak berubah itu, makin banyak orang desa berupaya keras merubah kehidupan mereka dan “urbanisasi” kerap kali menjadi satu pilhan yang menggiurkan. 

Masih dengan rasa penasaran saya dan rekan saya pun pada akhirnya beranjak meninggalkan tempat tersebut. sepanjang jalan pulang pemandangan saya dimanjakan dengan hamparan sawah hijau yang menyejukan. Tidak sempat saya mengetahui banyak keterangan mengenai tempat bernama kampung “taibesi” itu. Yang ada dipikiran saya hanya sebuah tempat marginal yang sama sekali jauh dari kehidupan yang mestinya dirasakan oleh setiap warga Negara. Fasilitas seperti listrik saja tak pernah masuk ke tempat ini padahal tempat ini satu dari sebagian kecil penyuplay bahan pokok kebutuhan masyarakat di negaranya.

Kamis, 04 April 2013

GIGI MERINGIS JUGA NASIONALIS

Hanya sebatas garis batas diperbatasan... Tanpa rasa nasionalis yang meringis saat jaitan bendera dikenakan untuk mengais...

Ini bukan sebuah penghinaan pada negara yang menghidupi kita sebagai bangsa pengemis... Juga bukan pemikiran yang idealis... Ini kondisi kita yang memang tragis...

Lalu bagaimana kita berterima kasih atas segala sumber daya yang habis dilahap dasi-dasi berkumis...??? Diantara meja-meja berbaris pun gendung yang mulai sesak oleh para artis...

Artis biduan yang kehilangan job atau memang mereka seorang rakyat yang patriotis... akh lupakan, ini memang bukan porsiku sebagai manusia yang kurang bahkan tidak kritis...

Biarkan saja gigi ini terus meringis, mengaisi air dari bola mata yang menangis...

SEBUAH PROSA, RASA PEKA MANUSIA



Kini aku menyaksikan diri hanya menjadi raga yang tak punya jiwa terhadap apa yang ada didunia...

Nirwana bukan alam nyata penggapaian manusia, hanya sekedar imaji rupa-rupa semesta jagad raya yang pesimis pada akhir dunia…

Kebebasan yang selalu ditanyakan pada setiap expedisi berkepanjangan yang pula belum menemukan akhir perjalanan…

Kepekaan sayap diantara hujan yang diterawang mata telanjang atau serangkaian pemburu babi hutan yang kelaparan dibelantara hutan…

Aku hanya mencoba diam pada serangkaian kesejahteraan, yang padahal mengoyak-ngoyak kebebasanku pun menyebalkan…

Raga tanpa jiwa, nikmati dunia saja dari atas karpet merah yang mulai lusuh berwarna, lukisan urat-urat pemburu membuat jejak didahi senja…

Seolah dunia adalah takdir di urat-urat mata yang ketakutan menjadi badut pengisi acara pesta sesuka panggilan saja… Termasuk kepekaanku sebagai manusia…
 
Kini hidup hanya menikmati raga berdaging yang mati saja, mencoba melalui semuanya dengan sangat biasa sebagai manusia mati rasa…

Hingga tiba pada suatu senja, dimana urat-urat pada dahi yang Bangka menjadi takdir atas semua usaha sebagai manusia…

Pada otak udang yang berubah menjadi otak kera, pada rasa pesimis manusia mengenali alasan yang serabutan tak terduga…

Sampai dimana aku mulai paham, tentang arti mematikan mimpi-mipmi liar dipelataran sang raja yang ketakutan…

Biarkan semuanya kukenali secara kasat mata, biarkan semuanya tiba pada rasa yang biasa saja, pada kepekaan sebagai manusia yang mulai tiada…