Kamis, 04 April 2013

SEBUAH PROSA, RASA PEKA MANUSIA



Kini aku menyaksikan diri hanya menjadi raga yang tak punya jiwa terhadap apa yang ada didunia...

Nirwana bukan alam nyata penggapaian manusia, hanya sekedar imaji rupa-rupa semesta jagad raya yang pesimis pada akhir dunia…

Kebebasan yang selalu ditanyakan pada setiap expedisi berkepanjangan yang pula belum menemukan akhir perjalanan…

Kepekaan sayap diantara hujan yang diterawang mata telanjang atau serangkaian pemburu babi hutan yang kelaparan dibelantara hutan…

Aku hanya mencoba diam pada serangkaian kesejahteraan, yang padahal mengoyak-ngoyak kebebasanku pun menyebalkan…

Raga tanpa jiwa, nikmati dunia saja dari atas karpet merah yang mulai lusuh berwarna, lukisan urat-urat pemburu membuat jejak didahi senja…

Seolah dunia adalah takdir di urat-urat mata yang ketakutan menjadi badut pengisi acara pesta sesuka panggilan saja… Termasuk kepekaanku sebagai manusia…
 
Kini hidup hanya menikmati raga berdaging yang mati saja, mencoba melalui semuanya dengan sangat biasa sebagai manusia mati rasa…

Hingga tiba pada suatu senja, dimana urat-urat pada dahi yang Bangka menjadi takdir atas semua usaha sebagai manusia…

Pada otak udang yang berubah menjadi otak kera, pada rasa pesimis manusia mengenali alasan yang serabutan tak terduga…

Sampai dimana aku mulai paham, tentang arti mematikan mimpi-mipmi liar dipelataran sang raja yang ketakutan…

Biarkan semuanya kukenali secara kasat mata, biarkan semuanya tiba pada rasa yang biasa saja, pada kepekaan sebagai manusia yang mulai tiada…

4 komentar:

  1. Sudah sebegitu "miring"nya, Ty?

    BalasHapus
  2. "miring"???? makna sesungguhnya apa nih om???

    BalasHapus
  3. Yang saya tangkap, semacam pandangan seorang Resty menanggapi buruk beberapa hal yang ada di dunia ini bukan?

    BalasHapus
  4. iya om, lebih ke perilaku manusia...

    BalasHapus