Minggu, 03 Juni 2012

AKU SUDAH GILA, TUHAN ASIK BERCANDA

Aku adalah puing sisa peradaban yang menang kemarin,
Dan kini tinggal sebuah keharusan yang dipermainkan oleh takdir sendirian,
Sementara kelatahan jadi keangkaramurkaan yang dibanting jauh keluar kehidupan,
Dan kembali mencakup semua bibir-bibir radangan…

Aku tak bisa keluar atau lari meninggalkan semuanya,
Tuhan sudah begitu gila memenjarai kebebasanku,
Kedewasaan yang sudah kurencanakan sedari dalam kelemahan,
Kini menantangku dengan bangkai-bangkai kealfaan,
Sungguh tak bisa ditafsirkan oleh tangan memegang dendam,
Panasnya masih terbayang untuk melemparkan sebuah radangan yang terus berisik dikerongkongan

Aku sudah gila… TUHAN pun demikian…
Membombardir segala raihan diatas ketakutanku sendirian…
Aku sudah gila… TUHAN asik bercanda…
Dan bernada “ini cobaanku, nak..”
Akh, aku masih meradang kelatahanku sendirian…
Sementara senja makin mendekati urat syaraf
Mega makin condong menggarisi kulit kening yang garing
Dan TUHAN masih saja bercanda sendirian…

__Hidup kadang tak mengartikan apa-apa, hanya sebuah perjalanan dalam peraihan yang dinantikan dimasa yang akan datang. Sebuah kehidupan akan terasa lebih bermakna ketika kita mampu mengetahui setiap langkah yang dijajaki menyimpan pesan sebagai perencanan, pertimbangan, peraturan, dan lainnya. Semuanya menentukan kita di kehidupan yang akan datang.

Tidak pernah dibayangkan sebelumnya, usia menggerogoti sebagian keringat muda yang menyimpan semangat besar. Berapi-api untuk sebuah raihan yang didambakan. Untuk sebuah kehidupan yang diinginkan tentunya. Namun semuanya mengelupas seiring kulit-kulit ari yang kepanasan. Menua, dan hanya menunggu jalan penakdiran TUHAN saja kemudian.

Seiring penjajakan pada larik-larik yang terlintas, pada kertas-kertas bekas penuh tulisan yang teringkas, ada nada harapan yang selalu dipanjatkan setiap doa mengepul dari tempat pemujaan. Tempat semua orang berlemah-lemah pada kejayaan TUHAN. Dan disini kehidupan ditentukan oleh sebuah kepercayaan. Kepercayaan pada penakdiran TUHAN.

Pernah ku tanyakan pada hati yang dibuatkan Dia untuk dapat merasakan, mengapa penakdiranku selalu saja bukan yang kuinginkan??? Selintas aku gila menanyakan pertanyaan itu padanya, tapi itu pengaduan yang selalu terpanjatkan dalam altar pemujaan.
Bukan ku berontak pada setiap alur yang telah ia tentukan untukku, hanya saja keinginanku merasakan apa yang dibutuhkan dalam kehidupan. Tentang kenyamanan sumber kebahagiaan. Belum aku dapatkan itu dari setiap perlintasan yang aku singgahi.

Bahkan kini aku gila untuk mengecup kehancuran pada setiap perjalanan, menemukan bangkai-bangkai kenangan yang kian habis menggerogotiku. Tak ada kesan yang kudapatkan, hanya pengorbanan yang selalu dipuja-puja untuk dapat balasan. Buktinya tak aku dapatkan….!!!

“semoga TUHAN masih Punya peran, aku pun demikian memerani sebuah jalan cerita yang berakhir bahagia”