Kali ini aku merasa Insomniaku malam ini jauh
sedikit berarti, karena ada seorang manusia yang lebih lama membuka matanya dan
bercerita tentang dunianya, bisa juga aku ikut didalamnya. Dan entah kenapa aku
merasa otak kanan kiri memupuk wajahnya semakin nampak jelas mengadopsi
sebagian potret disegala sendi perdamaian.
"Aku hanya ingin bicara itu saja tak lebih agar
kau percaya" sentaknya digaris akhir saat aku mengecamnya terus dari
tuduhan.
Sorot mata yang meisyaratkan keraguan masih nampak
jelas menjelimetkan ratusan angka dipikiran, seolah otaknya habis terkikis dan
terkonversi hanya untuk dapat bisa meyakinkan... Tapi aku masih tenang dalam
berupaya menjadi penantang...
"Aku yakin otakmu masih penuh candu kegilaan,
semenjak kita mengadu gelas dan seirama dalam tegukan"
Dan kau memapah matamu untuk menyaksikan kebodohanku
yang paling purba selama aku mengenalmu... seminggu kebelakang yang paling
gila, seminggu kebelakang yang paling tidak bisa dipercaya, dan aku hanya bisa
bercanda meski aku merasa itu penutup luka, yang kemudian dijadikan penutup
kepala untuk maju diarea perangnya. Entahlah, malam itu aku sedikit gila...
"Tak usah menjadi munafik, jika pada akhirnya
kamu merasa bahagia" kata-kata itu terulang kembali membanjiri meja
kerjaku untuk kutelisik beberapa arti didalamnya. Aku tak terima seolah dia
makin brutal melontarkan kata-kata serupa demi membuat kesalahan ku yang kedua.
Entahlah yang jelas malam tak memberikan ku kekuatan untuk bercekrama bersama
ratusan amunisi yang telah lama mempersenjatai diri. Aku benar-benar gila malam
itu...
Malam makin gila membuat nuansa, tak ada
hujan orografis ditempat kita, atau angin laut yang merasuki pori-pori kulit
para nelayan dipesisir pantai selatan dan utara, kita hanya mengadopsi ratusan
suara jangkirik yang sesekali perlu didiamkan untuk memberi celah bicara. Kau
kembali meraba kata dan bicara sedikit terbata, "aku hanya akan menjadi
sebuah bentangan patahan, yang dalam kebingungannya antara harus turun kedalam
dan naik kepermukaan"
Mataku tak sempat mengedipkan cairan agar tetap bisa
menantang kegelapan...
Kau langsung menyerbuku dengan semarak suara camar
ditengah lautan...
"Turun kebawah yang serta merta harus membuatku
egois untuk membawamu juga masuk kedalamnya, atau naik kepermukaan untuk
mengikhlaskan kamu tetap pada keadaanmu sekarang"
Mataku membesarkan lingkaran meski aku tau keadaan
pupil tetap pada penyesuainnya dengan kegelapan... Entahlah aku terkesan...
Pada perbincangan yang sedikit menyiksa mata untuk
dapat terpejam dan mengeluarkan macam-macam kotoran, aku tak berupaya banyak
bicara dan menjawab semua perkataan. Kadang aku merasa menjadi kambing hitam
yang perlu segera dibiarkan liar sendirian. Perasaan yang kerap kali datang
secara fukluatif, membuat rongga dada makin kembang kempis dititik terbawah
namun juga berjaya digrafik teratas. Yang jelas malam itu kamu makin ganas...
Perbincangan yang sesekali harus terputus, tak
lebihnya celah berfikirku. Pun cara mendapatkan jawaban yang masih saja bisa ku
endus... Menciumi segala kebohongan yang sesekali perlu juga aku jadikan
tuduhan, merasai udara malam yang mengisyaratkan kedustaan, memuntahkan
kebosananku pada setiap lantunan adam kebanyakan... Demi apapun aku menyaksikan
alam begitu menuai kegoblokan...
Waktu yang berjalan biasanya, dari satu angka ke
angka lain menempatkan jarumnya tepat pada sasaran. Kukira waktu akan juga
dapat menyadarkan, namun kiraku salah belakangan ini... Otaku sedikit menumpul,
hatiku dipenuhi bercak seperti besi yang karatan, dan jantungku bagai hentakan
bass dikaki seorang pesumo amatiran... Aku dalam posisi tidak karuan...
Kulihat jam pada langit malam yang teduh, ku kira
polusi cahaya yang akhir-akhir ini membuat bintang hilang pamornya sebagai hal
paling dinantikan dalam kegelapan, dalam malam yang sedikit memberi ketenangan.
Lagi, lagi aku salah mengira, otaku makin jauh merekayasa waktu yang kelagapan
menemui siang... Suara burung yang selalu ramai bergosip dipagi jam enam, iya
aku masih hafal ekosistem ditempatku... Ini bukan mimpi malam yang kesiangan,
ini siang yang kutemui sebagai malam... Entah, setan apa yang membuatku
bertahan dengan insomniaku, kukira aku mengulang lagi kebodohan yang dua kali
dalam seminggu kebelakang ini, mataku mulai mengecilkan titik hitam didalamnya
sampai kemudian tenggelam dalam riak gemuruh kemacetan dijalan pun perbincangan
yang tak menemui tujuan...