Rabu, 05 September 2012

67 TAHUN MERDEKA MASIH SAJA MENDERITA


Bencana  sosial yang dialami Indonesia, seakan tidak ada habis-habisnya. Kemiskinan dan kemarjinalan yang sering menjadi potret di pinggiran ibukota dirasa belum pernah ada habisnya. Tidak hanya itu kemiskinan di pelosok-pelosok negeri ini makin menajamkan pertanyaan “becuskah pemerintah mengurus rakyatnya?”.
Selama ini permerintah hanya menjadi orang nomor satu yang dikenal oleh lebih dari dua ratus juta jiwa rakyatnya, namun sebaliknya pemerintah tidak mengenal bagaimana kondisi rakyatnya. Ini adalah cerminan bagaimana Negara yang selama 67 tahun merdeka masih tidak mampu merasakan hidup bebas.

Menapaki kemarjinalan Indonesia, begitu banyak ditemukan bagaimana arti pengorbanan para pahlawan saat melawan penjajah begitu tidak berharganya. Angan akan sebuah kemerdekaan adalah bukti perjuangan pahlawan terdahulu untuk memperjuangkan kehidupan yang layak setelah meraih kemerdekaan.
Angan hanya lah sebuah angan yang akhirnya harus terbayar dengan tumpahan darah yang mengenaskan. Mati meninggalkan anak dan istri dikehidupan yang akan datang, mati pada permulaan sebuah nama “kemerdekaan”. sudah lah… yang terjadi memang begitu adanya, tanpa ada penyesalan yang tergores untuk arwah-arwahnya.

Sebuah kehidupan, memang akan merasakan bagaimana proses itu berputar. Namun tidak begitu dengan sebuah Negara yang selama 67 tahun hanya dihadapakan pada masalah sosial yang berkepanjangan. Kemiskinan, konflik pertikaian, kebodohan, Korupsi, Ketidakadilan, Hukum yang tak sejalan dengan kebenaran, seakan selalu menjadi ruang terbuka untuk sederet surat kabar pemberitaan. Di semua media massa hampir selalu menyajikan pemberitaan dengan tema kemiskinan dan kemarjinalan masyarakat Indonesia. Hmm… namun rupanya permasalahan negeri ini terlalu banyak untuk disajikan. Dan selama itu pula tanpa ada perubahan untuk menyelesaikannya.

Kemiskinan menjadi potret Indonesia yang sangat menghawatirkan. Dimana-mana pengemis makin bengis menjajaki pingiran jalan, pemukiman kumuhpun makin menjejali pinggiran gedung-gedung perkantoran. ini potret yang mungkin bisa dijadikan dampak dari adanya pemerintahan yang salah kaprah untuk menjalankan amanat para pahlawan yang telah berhasil merebut kemerdekaan.

Bukan tidak mungkin, kemerdekaan yang kita rasakan hampir setengah abad lebih lamanya itu hanya dijadikan formalitas sebuah Negara saja. karena buktinya sampai saat ini pun “kemerdekaan” tidak pernah kita rasakan artinya. Dan perjuangan para pahlawan kita hanya segudang cerita dibuku sekolah Dasar saja bahwa kita telah menang berperang melawan penjajah untuk kata “Merdeka”.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar