Bencana sosial yang dialami Indonesia, seakan tidak
ada habis-habisnya. Kemiskinan dan kemarjinalan yang sering menjadi potret di
pinggiran ibukota dirasa belum pernah ada habisnya. Tidak hanya itu kemiskinan
di pelosok-pelosok negeri ini makin menajamkan pertanyaan “becuskah pemerintah mengurus rakyatnya?”.
Selama ini permerintah
hanya menjadi orang nomor satu yang dikenal oleh lebih dari dua ratus juta jiwa
rakyatnya, namun sebaliknya pemerintah tidak mengenal bagaimana kondisi
rakyatnya. Ini adalah cerminan bagaimana Negara yang selama 67 tahun merdeka
masih tidak mampu merasakan hidup bebas.
Menapaki kemarjinalan
Indonesia, begitu banyak ditemukan bagaimana arti pengorbanan para pahlawan
saat melawan penjajah begitu tidak berharganya. Angan akan sebuah kemerdekaan
adalah bukti perjuangan pahlawan terdahulu untuk memperjuangkan kehidupan yang
layak setelah meraih kemerdekaan.
Angan hanya lah sebuah
angan yang akhirnya harus terbayar dengan tumpahan darah yang mengenaskan. Mati
meninggalkan anak dan istri dikehidupan yang akan datang, mati pada permulaan
sebuah nama “kemerdekaan”. sudah lah… yang terjadi memang begitu adanya, tanpa
ada penyesalan yang tergores untuk arwah-arwahnya.
Sebuah kehidupan,
memang akan merasakan bagaimana proses itu berputar. Namun tidak begitu dengan
sebuah Negara yang selama 67 tahun hanya dihadapakan pada masalah sosial yang
berkepanjangan. Kemiskinan, konflik pertikaian, kebodohan, Korupsi,
Ketidakadilan, Hukum yang tak sejalan dengan kebenaran, seakan selalu menjadi
ruang terbuka untuk sederet surat kabar pemberitaan. Di semua media massa
hampir selalu menyajikan pemberitaan dengan tema kemiskinan dan kemarjinalan
masyarakat Indonesia. Hmm… namun rupanya permasalahan negeri ini terlalu banyak
untuk disajikan. Dan selama itu pula tanpa ada perubahan untuk
menyelesaikannya.
Kemiskinan menjadi
potret Indonesia yang sangat menghawatirkan. Dimana-mana pengemis makin bengis
menjajaki pingiran jalan, pemukiman kumuhpun makin menjejali pinggiran
gedung-gedung perkantoran. ini potret yang mungkin bisa dijadikan dampak dari
adanya pemerintahan yang salah kaprah untuk menjalankan amanat para pahlawan
yang telah berhasil merebut kemerdekaan.
Bukan tidak mungkin,
kemerdekaan yang kita rasakan hampir setengah abad lebih lamanya itu hanya
dijadikan formalitas sebuah Negara saja. karena buktinya sampai saat ini pun
“kemerdekaan” tidak pernah kita rasakan artinya. Dan perjuangan para pahlawan
kita hanya segudang cerita dibuku sekolah Dasar saja bahwa kita telah menang
berperang melawan penjajah untuk kata “Merdeka”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar